Hidayah (2023)

Pada saat kebanyakan horor lokal jualannya penampakan, ‘Hidayah’ sebetulnya memiliki potensi untuk menghadirkan konsep seram serta ngeri tanpa sama sekali memunculkan hantu. Namun, alih-alih manfaatkan kondisi tubuh Ratna yang membusuk sebagai “alat” menakut-nakuti penonton, lalu mengemas terornya dalam bentuk sajian “body horror”, Monty malahan sibuk mengumpulkan aneka jumpscare tidak berguna, termasuk pocong yang dipaksa supaya melakukan aksi jungkir balik layaknya pertunjukan sirkus akrobatik. Padahal kalau mau, ‘Hidayah’ bisa saja jadi tontonan film horor yang berbeda dan fresh di tengah kepungan kuntilanak, genderuwo, siluman ular, serta istri penguasa kegelapan yang sudah duluan “menggentayangi” layar bioskop. Sayangnya, ‘Hidayah’ tidak berani mengambil kesempatan emas tersebut, 90 menit durasinya nanti enggak hanya ngikut “cetakan” film horor mesti ada penampakan, tetapi juga seperti melenceng dari sumber adaptasinya, karena sinetron ‘Hidayah’ dulu seingat gue lebih fokus pada asal usul azab.

(more…)

Alena Anak Ratu Iblis (2023)

Dengan bujet yang kabarnya belasan milyar, mungkin akan banyak yang mengira ‘Alena: Anak Ratu Iblis’ hanya mengada-ngada, tapi siapa sangka begitu selesai menghabiskan sekitar 90 menit bersama si anak dari istri penguasa kegelapan, gue barulah percaya bahwa horor produksi Arjuna Mega Film ini memang terlihat semahal itu, jadi bukanlah sekedar gimik belaka. Pemakaian CGI yang masif jelas menjadi penyebab kenapa pada akhirnya ‘Alena’ membutuhkan “uang jajan” yang jumlahnya fantastis untuk ukuran film Indonesia. Terutama untuk adegan-adegan pembuka dan ending yang melibatkan efek visual yang engga kalah dengan munculnya Surtur sang iblis api ketika menghancurkan negeri Asgard di ‘Thor Ragnarok’, atau saat sebuah pesawat tiba-tiba mencium daratan di ‘Knowing’. Ekspektasi gue serasa dibakar sampai gosong lalu dibuang ke sungai lahar karena sudah meremehkan ‘Alena’ yang gue pikir bakal kayak horor-horor kacrut lainnya.

(more…)

The Big 4 (2022)

‘The Big 4’ yang satu ini bukan film tentang band thrash metal Slayer, Metallica, Anthrax dan Megadeth, melainkan sebuah tontonan kegoblokan dalam bentuk action-comedy garapan Timo Tjahjanto (The Night Comes For Us). Sebetulnya nga begitu heran waktu tahu Timo bakalan bikin film lawak, karena meski karya-karya sebelumnya kelihatannya serius dan penuh darah, jika ditengok sekali lagi disana memang ada bertebaran humor, termasuk di ‘Rumah Dara’ yang disutradarai barengan Kimo Stamboel. Bedanya ‘The Big 4’ sejak awal sudah diniatkan untuk enggak serius, jadi meskipun durasinya nanti masih berlumurkan adegan-adegan tak bermoral khas Timo, balutan komedinya akan terasa lebih dipertebal, terutama di sekuen aksinya yang sengaja ditritmen senyeleneh mungkin agar ditertawakan. Dibintangi oleh Abimana Aryasatya, Arie Kriting, Putri Marino, Kristo Immanuel dan juga Lutesha, ‘The Big 4’ tahu bagaimana memaksimalkan panjang filmnya yang dua setengah jam untuk membuat kita bersenang-senang seperti sedang liburan.

(more…)

Cek Toko Sebelah 2 (2022)

‘Cek Toko Sebelah’ bisa dibilang film Ernest yang paling sering gue tonton ulang, karena memang semenyenangkan itu. Selain cerita sederhananya yang penuh kehangatan dan “kekacauan” keluarga, kebodohan lawaknya selalu bikin kangen saat gue sedang butuh untuk ketawa. Meski harus diakui, komedi di ‘Cek Toko Sebelah’ juga punya peran dalam mengurangi efektivitas dramanya, terutama kemunculan candaan yang terkadang tidak tahu waktu. Membagi porsi ngedrama serta ngelawak inilah yang memang menjadi titik lemah Ernest sewaktu menuturkan cerita di film pertama, prioritasnya seolah terpecah dan terdistraksi oleh pertunjukan “stand up comedy” yang berdiri sendiri-sendiri, diselip antara huru-hara yang sedang terjadi. Well, pada ‘Cek Toko Sebelah’ babak berikutnya ini Ernest tampak berniat memperlakukan komedi untuk lebih menyatu sekaligus juga terkesan mengalah, makanya enggak heran kalau film kedua akan terasa tebal di drama.

(more…)

Tumbal Kanjeng Iblis (2022)

Setelah Tarian Lengger Maut dengan cerita psikopatnya yang kacrut, lalu dilanjut Jagat Arwah yang keseluruhan esekusinya payah. Tekad Visinema untuk menghadirkan horor yang berbeda ternyata belumlah meredup, karena di penghujung tahun ini ada Tumbal Kanjeng Iblis yang jadi pertaruhan. Apakah rumah produksi penghasil Mencuri Raden Saleh ini (pada akhirnya) mampu menebus dosa? atau malah konsisten bikin film horor gagal untuk yang ketiga kalinya. Selain judul dengan penggunaan kata tumbal dan iblis, supaya lebih menarik minat calon penonton untuk membeli tiket, film yang disutradarai oleh Mizam Fadilah ini juga mengajak para cast yang aktingnya sudah terbukti canggih seperti Sheryl Sheinafia dan Putri Ayudya. Sayangnya, talenta mereka, termasuk juga Teuku Rifnu Wikana yang biasanya berlakon solid meski waktu munculnya sedikit, akan tampak sia-sia karena tertutupi bayangan penceritaan yang berbelit-belit semrawut.

(more…)