
Pada saat kebanyakan horor lokal jualannya penampakan, ‘Hidayah’ sebetulnya memiliki potensi untuk menghadirkan konsep seram serta ngeri tanpa sama sekali memunculkan hantu. Namun, alih-alih manfaatkan kondisi tubuh Ratna yang membusuk sebagai “alat” menakut-nakuti penonton, lalu mengemas terornya dalam bentuk sajian “body horror”, Monty malahan sibuk mengumpulkan aneka jumpscare tidak berguna, termasuk pocong yang dipaksa supaya melakukan aksi jungkir balik layaknya pertunjukan sirkus akrobatik. Padahal kalau mau, ‘Hidayah’ bisa saja jadi tontonan film horor yang berbeda dan fresh di tengah kepungan kuntilanak, genderuwo, siluman ular, serta istri penguasa kegelapan yang sudah duluan “menggentayangi” layar bioskop. Sayangnya, ‘Hidayah’ tidak berani mengambil kesempatan emas tersebut, 90 menit durasinya nanti enggak hanya ngikut “cetakan” film horor mesti ada penampakan, tetapi juga seperti melenceng dari sumber adaptasinya, karena sinetron ‘Hidayah’ dulu seingat gue lebih fokus pada asal usul azab.
(more…)